A.
Pengertian Wacana
Wacana berasal dari bahasa Inggris discourse,
yang artinya antara lain ”Kemampuan untuk maju menurut urutan-urutan yang
teratur dan semestinya.” Pengertian lain, yaitu ”Komunikasi buah pikiran, baik lisan
maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Jadi, wacana dapat diartikan adalah
sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya atau logis.
Dalam wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan
dan kepaduan. Setiap wacana memiliki tema sebab tema merupakan hal yang
diceritakan atau diuraikan sepanjang isi wacana. Tema menjadi acuan atau ruang
lingkup agar isi wacana teratur, terarah dan tidak menyimpang ke mana-mana.
Sebelum menulis wacana, seseorang harus terlebih dahulu menentukan tema, setelah
itu baru tujuan. Tujuan ini berkaitan dengan bentuk atau model isi wacana. Tema
wacana akan diungkapkan dalam corak atau jenis tulisan seperti apa itu
bergantung pada tujuan dan keinginan si penulis. Setelah menetapkan tujuan,
penulis akan membuat kerangka karangan yang terdiri atas topik-topik yang
merupakan penjabaran dari tema. Topik-topik itu disusun secara sistematis. Hal
itu dibuat sebagai pedoman agar karangan dapat terarah dengan memperlihatkan
pembagian unsur-unsur karangan yang berkaitan dengan tema. Dengan itu, penulis
dapat mengadakan berbagai perubahan susunan menuju ke pola yang sempurna.
Membuat kerangka karangan sangat dianjurkan sebelum penulisan, terutama bagi
pengarang pemula.
Kerangka karangan bermanfaat sebagai
berikut:
1.
Pedoman agar
penulisan dapat teratur dan terarah.
2.
Penggambaran
pola susunan dan kaitan antara ide-ide pokok/topik.
3.
Membantu
pengarang melihat adanya pokok bahasan yang menyimpang dari topik dan adanya
ide pokok yang sama.
4.
Menjadi
gambaran secara umum struktur ide karangan sehingga membantu pengumpulan
bahan-bahan pustaka yang diperlukan.
Agar penyusunan kerangka karangan dapat efektif
menjadi acuan pembuatan karangan, langkah yang mesti ditempuh oleh pengarang
untuk menyusun kerangka karangan adalah seperti berikut.
(1)
Menentukan
tema/topik karangan
(2)
Menjabarkan
tema ke dalam topik-topik/subtema
(3)
Mengembangkan
topik-topik menjadi subtopik
(4)
Menginvestaris
sub-sub topik
(5)
Menyeleksi
topik dan sub-subtopik yang cocok
(6)
Menentukan
pola pengembangan karangan
Kerangka karangan dapat ditulis
dalam dua bentuk, berikut.
1.
Kerangka
kalimat, ialah kerangka karangan yang disusun dalam bentuk
kalimat-kalimat lengkap yang
menjabarkan ide-ide pokok karangan.
2.
Kerangka
topik, ialah kerangka karangan yang dituangkan dalam bentuk frasa dan klausa
sehingga tampak lebih praktis.
Penyusunan kerangka karangan dapat berbentuk kalimat
dan frasa atau klausa sekaligus, meskipun yang lebih banyak digunakan adalah
kerangka topik. Berikut contoh kedua bentuk penyusunan kerangka karangan
tersebut.
Contoh
kerangka kalimat:
Membuka
usaha warnet di tengah perkembangan teknologi informasi.
1.
Masuknya
ajaran komputer di sekolah-sekolah menambah pengetahuan tentang teknologi
informasi.
2.
Perkembangan
sarana komputer menjadi sarana jaringan informasi melalui internet.
3.
Penggunaan
internet menjadi kebutuhan remaja dan anak sekolah.
4.
Memanfaatkan
minat remaja dan anak sekolah dengan membuka warnet.
Contoh
kerangka topik
Antisipasi
lonjakan arus mudik lebaran :
1. Jumlah
Pemudik Lebaran
a. perkiraan lonjakan jumlah pemudik
b. sarana angkutan yang dipersiapkan
c. sarana angkutan yang diandalkan
2.
Pengaturan jalur Jakarta-Surabaya
a. jalur utara
b. jalur selatan
c. kemacetan lalu lintas dan usaha pencegahannya
3. Petunjuk
pemanfaatan jalur
a. dari DLLAJR
b. dari instansi terkait
B.
Jenis-Jenis Wacana
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan
menjadi wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi.
1. Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu
kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi (riwayat
seseorang), otobiografi/riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri, atau
kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris.
Narasi bisa juga berisi cerita khayal/fiksi atau rekaan seperti yang biasanya terdapat
pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi imajinatif.
Unsur-unsur
penting dalam sebuah narasi adalah:
(1) kejadian,
(2) tokoh,
(3) konflik,
(4) alur/plot.
(5) latar yang terdiri atas latar waktu,
tempat, dan suasana.
Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang
ditandai oleh adanya uraian secara kronologis (urutan waktu). Penggunaan kata
hubung yang menyatakan waktu atau urutan, seperti lalu, selanjutnya,
keesokan harinya, atau setahun kemudian kerap dipergunakan.
Tahapan
menulis narasi, yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan tema cerita
(2) menentukan tujuan
(3) mendaftarkan topik atau gagasan
pokok
(4) menyusun
gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara kronologis atau urutan waktu.
(5)
mengembangkan kerangka menjadi karangan. Kerangka karangan yang bersifat
naratif dapat dikembangkan dengan pola urutan waktu. Penyajian berdasarkan
urutan waktu adalah urutan yang didasarkan pada tahapan-tahapan peristiwa atau
kejadian. Pola urutan waktu ini sering digunakan pada cerpen, novel, roman,
kisah perjalanan, cerita sejarah, dan sebagainya.
Contoh:
Kunjungan ke
Museum Fatahillah
1. persiapan
keberangkatan
2.
perjalanan menuju stasiun Kota
3. tiba di
tempat tujuan
4. mengamati
peninggalan zaman penjajahan Belanda
5. berkumpul
kembali di depan ”Meriam Jagur”
6. persiapan
pulang
Contoh
narasi ekspositoris:
Minta Tolong
Malah Dikira Hantu Pocong
Kejadian
yang menggelikan sekaligus menegangkan ini terjadi pada pertengahan bulan Juli
1993, ketika saya baru masuk bekerja di sebuah klinik yang terletak di daerah
Lemabang, dekat dengan PT Pupuk Sriwijaya (Pusri). Rumah saya berada di daerah Bukit
Besar sehingga membutuhkan waktu lebih kurang 45 menit untuk pergi dari rumah
ataupun pulang dari
dinas. Saat
itu, rumah saya belum dilewati oleh bus kota jurusan Bukit Besar, karena rute
bus kota pada waktu itu hanya sampai di dekat wilayah Kembang Manis. Jadi,
terpaksa saya turun di simpang empat lampu merah Jl. Kapten Arivai, cukup jauh
dari rumah untuk berjalan pulang. Malam itu, jalanan sangat sepi dan gelap
karena wilayah yang saya lewati adalah TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan
wilayahnya juga masih banyak hutan serta lampu jalan belum dipasang. Akibatnya,
saya sangat takut berjalan pulang ke rumah sendirian. Apalagi kawasan yang saya
lewati merupakan daerah rawan dan angker. Orang-orang yang lewat sering
diganggu kuntilanak, pocong, serta suara wanita menangis. Tetapi, kekhawatiran
saya agaknya terobati karena dari kejauhan saya melihat tiga orang lelaki yang
tampaknya juga baru pulang dari kerja dan jalannya searah denganku. Tanpa pikir
panjang langsung saja saya berlari mendekati dan memanggil mereka, ”Mas ...,
Mas ... tunggu, Mas!” Tapi bukannya mendekat, mereka malah berlari dan
berteriak ketakutan, ”Tolooong ... ada pocong ..., ada pocong ...!” Karena saya
orang yang agak telmi (telat mikir), setelah mendengar itu saya sendiri malah
tambah ketakutan. Sebab, saya juga sangat takut dengan yang namanya setan atau
semacamnya.
Tetapi, makin saya mendekat, tiga lelaki itu tambah
kencang sehingga tidak terkejar lagi oleh saya. Bahkan satu orang dari mereka
nekat memanjat pagar rumah orang lain untuk menyelamatkan diri. Setelah melihat
baju dinas berwarna putih yang saya kenakan, saya baru sadar ternyata yang
mereka kira pocong adalah saya. Dalam hati saya berkata, ”Sialan, kirain ada
pocong beneran. Ternyata yang disangka pocong itu aku. Jangankan mendapat kawan,
mendekat saja orang takut kepada saya.” Setelah saya sampai di rumah dan
menceritakan semuanya kepada
anggota
keluarga, spontan mereka tertawa terbahak-bahak. Bahkan seorang keponakan saya
memanggil saya dengan sebutan ’Tante Pocong’. Sejak kejadian itu, tiap kebagian
jadwal dinas siang lagi, saat pulang malam saya tidak pernah memakai baju putih
lagi.
Contoh
narasi imajinatif :
NAMAKU
EDELWEISS
Namaku Edelwiss alias Anaphalis javanica.
Biasanya aku tumbuh di dataran tinggi atau puncak-puncak gunung. Oleh kalangan
Botani, aku sering disebut tanaman sejenis perdu, dan termasuk anggota family Compositae
atau disebut juga Asteraceae (sambung-sambungan). Bungaku kecil
sebesar bunga rumput. Orang lebih mengenalku dengan warna putih daripada warna
lainnya. Hidupku bergerombolan di ujung dahan dengan harum yang khas. Tinggi
batangku dapat mencapai lima meter dengan daun-daun runcing dan lurus. Bungaku
istimewa, tak pernah layu, mekarku abadi sehingga dijuluki ”bunga abadi”.
Sungguh julukan inilah yang menjadi ’beban’ bagiku karena banyak orang
menyalahgunakan ’arti’ keabadianku selama ini! Keabadianku mereka samakan
dengan ’cinta abadi’, cinta sepasang manusia yang tidak memiliki ikatan resmi.
Ah ... apalah arti protesku? Toh, siapa yang perduli dengan rintihanku.
Aku berada di kamar Rieska. Tersusun rapi di atas
lemari belajarnya.Di sampingku ada
Tempatnya
sengaja disimpan Rieska. Yap! Untuk mengenang siapa yang memberikannya! Aku
memang lebih beruntung dari bunga mawar yang menjadi pendatang baru di kamar
ini. Wajahnya pucat karena air di dalam vasnya tak pernah diganti Rieska. Sama
halnya dengan nasib suplir yang telah mengering menjadi pembatas buku, lengkap
dengan spora yang masih menempel di tubuhnya, dan anggrek yang merana karena
sebagian kelopak bunganya telah mengering. Ya ... di antara bunga-bunga milik
Rieska, ternyata aku memang diperlakukan ’istimewa’ oleh majikanku, Rieska! Aku
ditaruh di dalam kotak berwarna biru muda, berlapiskan plastik transparan. Aku
sangat senang dengan perlakuan baik Rieska. Tapi, aku sangat resah dengan label
hitam yang bertulisakan ”Cinta Abadi” yang melekat manis di atas plastik
kotak ini.
”Kamu beruntung, ya, Weis tempatmu terempuk!” komentar mawar
suatu hari
saat Rieska berngkat kuliah ”Iya ... Weis, kamu tidak perlu ganti-ganti air
seperti aku!” ujar anggrek. ”Ah, kalian bisa saja,” ujarku pelan. ”Tapi, benar kan
memang kamu anak emas! Apa karena kamu pemberian Ari pacar Rieska anak
gunung itu?! Kali ini suara supir dari
balik buku
angkat bicara. Ya, benar aku memang anak emas Reiska. Ia mangambilku ketika dia mendaki
gunung gunung Ceremai, Jawa barat. Aku diberikan kepada Reiska tepat pada ulang
tahun ke-22, enam bulan lalu.” ”Ah ... itu kan pikiran kalian saja kalau
aku bahagia ada di sini, sebenarnya aku nggak
terlalu bahagia kok tinggal di sini!” ujarku. ”Kok bisa? Mengapa?” tanya mawar keheranan.
2. Deskripsi
Kata deskripsi berasal dari bahasa latin discribere
yang berarti gambaran,
perincian, atau pembeberan. Deskripsi adalah karangan yang
menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan dan
pengalaman penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memperoleh kesan
atau citraan sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman
penulis sehingga seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan
mengalami sendiri obyek tersebut. Untuk mencapai kesan yang sempurna,
penulis deskripsi merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari
sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu sebagai
berikut.
a.
Deskripsi
Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang menggambarkan objek benda
sesuai kesan/imajinasi si penulis.
Contoh
deskripsi Impresionistis dalam sebuah cerita:
Jam dinding
kamar menunjukkan pukul sepuluh lewat
sembilan
belas menit. Di luar hujan masih saja turun dengan derasnya.
Angin yang menerobos masuk melalui kisi-kisi terasa dingin
menusuk kulit. Piama yang melekat di tubuhku tidak banyak
membantu menahan dingin sehingga agar lebih hangat kepakai lagi
jaket tebal. Agak menolong, memang.
Akan tetapi,
kantuk hebat datang. Padahal besok aku harus
bangun lebih
pagi. Akhirnya, daripada melamun tidak menentu,
kuputuskan
akan melanjutkan membaca. Aku kembali ke meja
belajar,
kunyalakan kembali lampu belajar dan mulai membaca sambil duduk
bersandar di kursi. Tiba-tiba kantuk hebat datang menyerang. Belum lagi
selesai kalimat yang sedang kubaca, buku yang kupegang
terlepas dari tangan.
******
(Dikutip dari wacana berjudul Banjir, oleh. Ramadhan
Syukur dalam buku: Menulis secara Populer, karya Ismail Marahimin, 2001)
b. Deskripsi
faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambarkan objek
berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat.
Contoh
deskripsi faktual dalam sebuah cerita:
Lantai tiga kamar nomor tiga-nol-lima. Benar, ini dia
kamar yang kucari; tanda pengenalnya tertera di pintu, agak
ke atas. Tepat di depan mataku, masih di pintu itu, ada sebuah
kotak kecil warna merah jambu. Sebuah note book kecil
dijepitkan pada kotak itu, dengan sebuah perintah dalam bahasa
Inggris, Write Your Massage! Pada note book itu kubaca
pesan untukku, ”Masuk saja, Rat, kunci dalam kotak ini. Tunggu aku!”
******
(Sumber: “Kamar Sebuah Asrama,” oleh Ni Made Tuti
Marhaeni, dalam buku Menulis Secara Populer, karya Ismail
Marahimin, 2001)
Kita dapat
membuat karangan deskripsi secara tidak langsung,
yaitu dengan
mengamati informasi dalam bentuk nonverbal berupa
gambar, grafik, diagram, dan lain-lain. Apa saja yang tergambarkan
dalam bentuk visual tersebut dapat menjadi
bahan atau
fakta yang akurat untuk dipaparkan dalam karangan
deskripsi karena
unsur dasar karangan ini adalah pengamatan
terhadap
suatu objek yang dapat dilihat atau dirasakan.
Tahapan
menulis karangan deskripsi, yaitu:
(1)
menentukan objek pengamatan
(2)
menentukan tujuan
(3)
mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan
(4) menyusun
kerangka karangan
(5)
mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Bahasa
Indonesia SMK/MAK Setara Tingkat Madya Kelas XI 233 Pengembangan
kerangka karangan bercorak deskriptif dapat berupa penyajian
parsial atau tempat. Penyajian urutan ini digunakan bagi karangan yang
mempunyai pertalian sangat erat dengan ruang atau tempat. Biasanya bentuk
karangannya deskriptif. Pola uraiannya berangkat dari satu titik lalu
bergerak ke tempat lain, umpamanya dari kiri ke kanan, atas ke bawah, atau depan
ke belakang.
Contoh:
Laporan
lokasi banjir di DKI Jakarta
1) Banjir di wilayah Jakarta Timur
a) Duren sawit
b) Klender
c) Kampung Melayu
2) Banjir di wilayah Jakarta Pusat
a) Pramuka
b) Salemba
c) Tanah Abang
3) Banjir di wilayah Jakarta Barat
Karangan
deskripsi dapat juga dibuat dengan mengamati bentuk informasi
nonverbal seperti grafik, tabel, atau bagan.
Contoh
karangan deskripsi dari tabel.
Data Kasus
Pelanggaran Izin Bangunan di DKI Jakarta
No. Tahun
Kasus Pemutihan Dibongkar Residu
1. 2006
5.112 1.051 749 3.312
2. 2007
4.630 712 1.742 2.888
(Sumber:
Republika, Jumat, 25 April 2008)
Dari tabel
data kasus pelanggaran izin bangunan di atas, dapat kita lihat bahwa pada
tahun 2006, terdapat 5.112 kasus pelanggaran izin bangunan. Di antaranya
749 bangunan dibongkar, 3.312 bangunan berstatus residu, dan 1.051
bangunan diarahkan untuk mengurus izin bangunan (pemutihan). Pada tahun
2007, terdapat 4.630 bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan
bangunan. Dari jumlah tersebut, yang diarahkan mengurus perizinan
sebanyak 712 unit, yang berstatus residu 2.888, sedangkan sisanya sebanyak
1.742 bangunan terpaksa dibongkar
3. Eksposisi
Kita eksposisi berasal dari bahasa Latin exponere
yang berarti: memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Karangan
eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara
terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan
informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan
eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti
artikel ilmiah, makalah makalah
untuk
seminar, simposium, atau penataran.
Untuk
mendukung akurasi pemaparannya, sering pengarang
eksposisi
menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram, tabel, atau
bagan dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi dapat berbentuk
uraian proses, tahapan, cara kerja, dan sebagainya dengan pola pengembangan
ilustrasi, definisi, dan klasifikasi.
Berikut
contoh-contoh pengembangan karangan eksposisi:
a. Contoh
eksposisi dengan pengembangan ilustrasi
Kepemimpinan
seorang Bapak dalam rumah tangga bak
nakhoda mengemudikan
kapal. Bapak menjadi kepala keluarga
yang
bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya. Sama seperti
nakhoda yang mampu memimpin dan melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Bila kepemimpinan kepala keluarga
baik, akan
baiklah keluarga tersebut, sama halnya dengan kapal yang
dikemudikan nakhoda.
b. Contoh
eksposisi dengan pengembangan definisi.
Telepon
genggam yang lebih dikenal dengan sebutan ponsel
(telepon
seluler) atau HP (hand phone) merupakan alat komunikasi yang
berbentuk kecil serta ringan. Selain mudah digenggam serta dibawa ke
mana-mana, bentuknya yang mungil memudahkan
orang untuk
berkomunikasi di mana saja berada. Telepon genggam adalah
produk canggih era komunikasi nirkabel, telepon tanpa kabel.
Dengan variasi bentuk, merek, dan model yang selalu baru, jenis
telepon ini banyak diminati berbagai kalangan masyarakat.
c. Contoh
eksposisi dengan pengembangan klasifikasi.
Ada dua jenis tanaman mini. Pertama, tanaman mini yang bukan
asli mini. Bila ditanam di tanah, ia akan tumbuh
besar dan
normal seperti biasa. Bila ditempatkan di pot kecil, pertumbuhannya
jadi lambat. Tanaman jenis ini misalnya,
tanaman
palem udang, pohon rhapis, pohon asem, beringin,
dan jambu
kerikil. Jenis kedua tanaman mini asli yang aslinya memang
kecil. Tanaman ini kalau ditanam di tanah tidak dapat besar
seperti ukuran biasa (normal). Jika ditanam di pot kecil, ia akan makin
kecil, mungil, dan cantik. Tanaman ini antara lain agave,
chriptanthus panseviera, dan anthurium chrystallium. Karangan
eksposisi juga dapat ditulis berdasarkan fakta suatu peristiwa,
misalnya, kejadian bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputan berita.
Meskipun bentuk karangannya cenderung narasi, namun kita dapat membuatnya
menjadi bentuk paparan dengan memusatkan uraian pada tahapan,
atau cara kerja, misalnya cara menanggulangi penyebaran virus flu furung,
mengantisipasi wabah DBD dengan 3 M, atau evakuasi korban banjir.
Contoh
karangan eksposisi dari suatu peristiwa.
Dua pekerja yang tertimbun tanah longsor akhirnya
ditemukan oleh petugas kepolisian setelah sejak kemarin mereka
menggali gundukan pasir setinggi sepuluh meter. Dari sejak subuh kemarin
hingga pukul 03.00 WIB penggalian terus dilakukan dengan menggunakan backhoe.
Penggalian yang memakan waktu hampir 20 jam itu berakhir saat dua
korban berhasil ditemukan. Mundari ditemukan dalam keadaan
tubuh melingkar. Sementara Itok ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Tahapan
menulis karangan eksposisi, yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan objek pengamatan,
(2) menentukan tujuan dan pola penyajian
eksposisi,
(3) mengumpulkan data atau bahan,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi
karangan.
Pengembangan
kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian
berikut:
1). Urutan
topik yang ada Pola urutan ini berkaitan dengan penyebutan
bagian-bagian suatu benda, hal atau peristiwa tanpa memproritaskan bagian
mana yang terpenting. Semua bagian dianggap bernilai sama.
2). Urutan
klimaks dan antiklimaks Pola penyajian dimulai dari hal yang mudah/yang
sederhana menuju ke hal yang makin penting atau puncak peristiwa
dan sebaliknya untuk anti-klimaks.
4.
Argumentasi
Karangan argumentasi
ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian
terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan
yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah
berusaha
meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Karangan
argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau sanggahan terhadap
suatu pendapat dengan memaparkan alasan-alasan yang rasional dan logis.
Tahapan
menulis karangan argumentasi, sebagai berikut.
(1) menentukan tema atau topik
permasalahan,
(2) merumuskan tujuan penulisan,
(3) mengumpulkan data atau bahan berupa:
bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi
karangan.
Pengembangan
kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebabakibat, akibat-sebab,
atau pola pemecahan masalah.
1).
Sebab-akibat
Pola urutan
ini bermula dari topik/gagasan yang menjadi sebab
berlanjut
topik/gagasan yang menjadi akibat.
Contoh:
a.
Sebab-sebab kemacetan di DKI Jakarta
a) Jumlah penggunaan kendaraan
b) Ruas jalan yang makin sempit
c) Pembangunan jalur busway
b.
Akibat-akibat kemacetan
a) Terlambat sampai di kantor
b) Waktu habis di jalan
2).
Akibat-sebab
Pola urutan
ini dimulai dari pernyataan yang merupakan akibat
dan
dilanjutkan dengan hal-hal yang menjadi sebabnya.
Contoh :
Menjaga kelestarian hutan
1. Keadaan
hutan kita
2. Fungsi
hutan
3.
Akibat-akibat kerusakan hutan
3). Urutan
Pemecahan Masalah
Pola urutan
ini bermula dari aspek-aspek yang menggambarkan
masalah
kemudian mengarah pada pemecahan masalah.
Contoh :
Bahaya narkoba dan upaya mengatasinya
1.
Pengertian narkoba
2. Bahaya
kecanduan narkoba
a. pengaruh terhadap kesehatan
b. pengaruh terhadap moral
c. ancaman hukumannya
3. Upaya
mengatasi kecanduan narkoba
4.
Kesimpulan dan saran
Contoh
karangan argumentasi:
Salah Urus
Kereta Api
Lagi-lagi
kecelakaan kereta api terjadi. Kereta api Citra Jaya terguling di Cibatu,
Jawa Barat, Sabtu lalu. Pada hari yang sama, sepur eksekutif Argo Lawu
juga anjlok di Banyumas, Jawa Tengah. Ini makin menunjukkan perkeretaapian
kita dalam kondisi gawat. Pemerintah mesti segera
membenahinya
sebelum korban jatuh lebih banyak akibat kecelakaan. Musibah
kereta api Argo Lawu tak memakan korban. Tapi kecelakaan kereta Citra
Jaya menyebabkan puluhan orang terluka. Daftar kecelakaan pun
bertambah panjang. Dalam kurun waktu empat bulan terakhir sudah terjadi 10
kali kecelakaan kereta api. Angka ini naik hampir tiga kali lipat dibanding
periode yang sama tahun lalu. Tidaklah salah pernyataan Menteri
Perhubungan Hatta Rajasa kemarin
bahwa
anjloknya dua sepur itu seharusnya bisa dideteksi. Tanda-tanda amblesnya tanah di bawah bantalan rel kereta
tentu bisa diamati jauh hari.
Daftar pustaka: http://pendidikanmencerdaskanbangsa.blogspot.com/2012/01/jenis-jenis-wacana-bahasa-indonesia.html