Monday, November 26, 2012

Belajar Blender ANIMASI

Sebenarnya sangat amat tidak PeDe saya memposting ini....
Belajar BLENDER memang mengasyikan, butuh keahlian dan kejelian, PLAK..... sebenarnya yang dibutuhin adalah ke NIATAN untuk bisa..
nah tanpa panjang lebar ini dia hasil imajinasi saya yang membuat ehm.... mungkin bisa dibilang cafe? DZIGH


sederhana bukan?? Aneh bukan?? 
Yuk belajar BLENDER ...!!!

Makalah Wacana Bahasa Indonesia


A. Pengertian Wacana

Wacana berasal dari bahasa Inggris discourse, yang artinya antara lain ”Kemampuan untuk maju menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya.” Pengertian lain, yaitu ”Komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Jadi, wacana dapat diartikan adalah sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya atau logis.
Dalam wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan kepaduan. Setiap wacana memiliki tema sebab tema merupakan hal yang diceritakan atau diuraikan sepanjang isi wacana. Tema menjadi acuan atau ruang lingkup agar isi wacana teratur, terarah dan tidak menyimpang ke mana-mana. Sebelum menulis wacana, seseorang harus terlebih dahulu menentukan tema, setelah itu baru tujuan. Tujuan ini berkaitan dengan bentuk atau model isi wacana. Tema wacana akan diungkapkan dalam corak atau jenis tulisan seperti apa itu bergantung pada tujuan dan keinginan si penulis. Setelah menetapkan tujuan, penulis akan membuat kerangka karangan yang terdiri atas topik-topik yang merupakan penjabaran dari tema. Topik-topik itu disusun secara sistematis. Hal itu dibuat sebagai pedoman agar karangan dapat terarah dengan memperlihatkan pembagian unsur-unsur karangan yang berkaitan dengan tema. Dengan itu, penulis dapat mengadakan berbagai perubahan susunan menuju ke pola yang sempurna. Membuat kerangka karangan sangat dianjurkan sebelum penulisan, terutama bagi pengarang pemula.

Kerangka karangan bermanfaat sebagai berikut:
1.      Pedoman agar penulisan dapat teratur dan terarah.
2.      Penggambaran pola susunan dan kaitan antara ide-ide pokok/topik.
3.      Membantu pengarang melihat adanya pokok bahasan yang menyimpang dari topik dan adanya ide pokok yang sama.
4.      Menjadi gambaran secara umum struktur ide karangan sehingga membantu pengumpulan bahan-bahan pustaka yang diperlukan.

Agar penyusunan kerangka karangan dapat efektif menjadi acuan pembuatan karangan, langkah yang mesti ditempuh oleh pengarang untuk menyusun kerangka karangan adalah seperti berikut.
(1)   Menentukan tema/topik karangan
(2)   Menjabarkan tema ke dalam topik-topik/subtema
(3)   Mengembangkan topik-topik menjadi subtopik
(4)   Menginvestaris sub-sub topik
(5)   Menyeleksi topik dan sub-subtopik yang cocok
(6)   Menentukan pola pengembangan karangan

Kerangka karangan dapat ditulis dalam dua bentuk, berikut.
1.      Kerangka kalimat, ialah kerangka karangan yang disusun dalam bentuk
kalimat-kalimat lengkap yang menjabarkan ide-ide pokok karangan.
2.      Kerangka topik, ialah kerangka karangan yang dituangkan dalam bentuk frasa dan klausa sehingga tampak lebih praktis.

Penyusunan kerangka karangan dapat berbentuk kalimat dan frasa atau klausa sekaligus, meskipun yang lebih banyak digunakan adalah kerangka topik. Berikut contoh kedua bentuk penyusunan kerangka karangan tersebut.


Contoh kerangka kalimat:
Membuka usaha warnet di tengah perkembangan teknologi informasi.
1.        Masuknya ajaran komputer di sekolah-sekolah menambah pengetahuan tentang teknologi informasi.
2.        Perkembangan sarana komputer menjadi sarana jaringan informasi melalui internet.
3.        Penggunaan internet menjadi kebutuhan remaja dan anak sekolah.
4.        Memanfaatkan minat remaja dan anak sekolah dengan membuka warnet.

Contoh kerangka topik
Antisipasi lonjakan arus mudik lebaran :
1. Jumlah Pemudik Lebaran
a. perkiraan lonjakan jumlah pemudik
b. sarana angkutan yang dipersiapkan
     c. sarana angkutan yang diandalkan
2. Pengaturan jalur Jakarta-Surabaya
a. jalur utara
b. jalur selatan
c. kemacetan lalu lintas dan usaha pencegahannya
3. Petunjuk pemanfaatan jalur
a. dari DLLAJR
b. dari instansi terkait



B. Jenis-Jenis Wacana
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi.

1. Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi (riwayat seseorang), otobiografi/riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri, atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris. Narasi bisa juga berisi cerita khayal/fiksi atau rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi imajinatif.

Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah:
(1) kejadian,
(2) tokoh,
(3) konflik,
(4) alur/plot.
(5) latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.

Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang ditandai oleh adanya uraian secara kronologis (urutan waktu). Penggunaan kata hubung yang menyatakan waktu atau urutan, seperti lalu, selanjutnya, keesokan harinya, atau setahun kemudian kerap dipergunakan.
Tahapan menulis narasi, yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan tema cerita
(2) menentukan tujuan
(3) mendaftarkan topik atau gagasan pokok
(4) menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara kronologis atau urutan waktu.
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan. Kerangka karangan yang bersifat naratif dapat dikembangkan dengan pola urutan waktu. Penyajian berdasarkan urutan waktu adalah urutan yang didasarkan pada tahapan-tahapan peristiwa atau kejadian. Pola urutan waktu ini sering digunakan pada cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, cerita sejarah, dan sebagainya.

Contoh:
Kunjungan ke Museum Fatahillah
1. persiapan keberangkatan
2. perjalanan menuju stasiun Kota
3. tiba di tempat tujuan
4. mengamati peninggalan zaman penjajahan Belanda
5. berkumpul kembali di depan ”Meriam Jagur”
6. persiapan pulang

Contoh narasi ekspositoris:
Minta Tolong Malah Dikira Hantu Pocong
Kejadian yang menggelikan sekaligus menegangkan ini terjadi pada pertengahan bulan Juli 1993, ketika saya baru masuk bekerja di sebuah klinik yang terletak di daerah Lemabang, dekat dengan PT Pupuk Sriwijaya (Pusri). Rumah saya berada di daerah Bukit Besar sehingga membutuhkan waktu lebih kurang 45 menit untuk pergi dari rumah ataupun pulang dari
dinas. Saat itu, rumah saya belum dilewati oleh bus kota jurusan Bukit Besar, karena rute bus kota pada waktu itu hanya sampai di dekat wilayah Kembang Manis. Jadi, terpaksa saya turun di simpang empat lampu merah Jl. Kapten Arivai, cukup jauh dari rumah untuk berjalan pulang. Malam itu, jalanan sangat sepi dan gelap karena wilayah yang saya lewati adalah TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan wilayahnya juga masih banyak hutan serta lampu jalan belum dipasang. Akibatnya, saya sangat takut berjalan pulang ke rumah sendirian. Apalagi kawasan yang saya lewati merupakan daerah rawan dan angker. Orang-orang yang lewat sering diganggu kuntilanak, pocong, serta suara wanita menangis. Tetapi, kekhawatiran saya agaknya terobati karena dari kejauhan saya melihat tiga orang lelaki yang tampaknya juga baru pulang dari kerja dan jalannya searah denganku. Tanpa pikir panjang langsung saja saya berlari mendekati dan memanggil mereka, ”Mas ..., Mas ... tunggu, Mas!” Tapi bukannya mendekat, mereka malah berlari dan berteriak ketakutan, ”Tolooong ... ada pocong ..., ada pocong ...!” Karena saya orang yang agak telmi (telat mikir), setelah mendengar itu saya sendiri malah tambah ketakutan. Sebab, saya juga sangat takut dengan yang namanya setan atau semacamnya.
Tetapi, makin saya mendekat, tiga lelaki itu tambah kencang sehingga tidak terkejar lagi oleh saya. Bahkan satu orang dari mereka nekat memanjat pagar rumah orang lain untuk menyelamatkan diri. Setelah melihat baju dinas berwarna putih yang saya kenakan, saya baru sadar ternyata yang mereka kira pocong adalah saya. Dalam hati saya berkata, ”Sialan, kirain ada pocong beneran. Ternyata yang disangka pocong itu aku. Jangankan mendapat kawan, mendekat saja orang takut kepada saya.” Setelah saya sampai di rumah dan menceritakan semuanya kepada
anggota keluarga, spontan mereka tertawa terbahak-bahak. Bahkan seorang keponakan saya memanggil saya dengan sebutan ’Tante Pocong’. Sejak kejadian itu, tiap kebagian jadwal dinas siang lagi, saat pulang malam saya tidak pernah memakai baju putih lagi.


Contoh narasi imajinatif :

NAMAKU EDELWEISS
Namaku Edelwiss alias Anaphalis javanica. Biasanya aku tumbuh di dataran tinggi atau puncak-puncak gunung. Oleh kalangan Botani, aku sering disebut tanaman sejenis perdu, dan termasuk anggota family Compositae atau disebut juga Asteraceae (sambung-sambungan). Bungaku kecil sebesar bunga rumput. Orang lebih mengenalku dengan warna putih daripada warna lainnya. Hidupku bergerombolan di ujung dahan dengan harum yang khas. Tinggi batangku dapat mencapai lima meter dengan daun-daun runcing dan lurus. Bungaku istimewa, tak pernah layu, mekarku abadi sehingga dijuluki ”bunga abadi”. Sungguh julukan inilah yang menjadi ’beban’ bagiku karena banyak orang menyalahgunakan ’arti’ keabadianku selama ini! Keabadianku mereka samakan dengan ’cinta abadi’, cinta sepasang manusia yang tidak memiliki ikatan resmi. Ah ... apalah arti protesku? Toh, siapa yang perduli dengan rintihanku.
Aku berada di kamar Rieska. Tersusun rapi di atas lemari belajarnya.Di sampingku ada Tempatnya sengaja disimpan Rieska. Yap! Untuk mengenang siapa yang memberikannya! Aku memang lebih beruntung dari bunga mawar yang menjadi pendatang baru di kamar ini. Wajahnya pucat karena air di dalam vasnya tak pernah diganti Rieska. Sama halnya dengan nasib suplir yang telah mengering menjadi pembatas buku, lengkap dengan spora yang masih menempel di tubuhnya, dan anggrek yang merana karena sebagian kelopak bunganya telah mengering. Ya ... di antara bunga-bunga milik Rieska, ternyata aku memang diperlakukan ’istimewa’ oleh majikanku, Rieska! Aku ditaruh di dalam kotak berwarna biru muda, berlapiskan plastik transparan. Aku sangat senang dengan perlakuan baik Rieska. Tapi, aku sangat resah dengan label hitam yang bertulisakan ”Cinta Abadi” yang melekat manis di atas plastik
kotak ini. ”Kamu beruntung, ya, Weis tempatmu terempuk!” komentar mawar
suatu hari saat Rieska berngkat kuliah ”Iya ... Weis, kamu tidak perlu ganti-ganti air seperti aku!” ujar anggrek. ”Ah, kalian bisa saja,” ujarku pelan. ”Tapi, benar kan memang kamu anak emas! Apa karena kamu pemberian Ari pacar Rieska anak gunung itu?! Kali ini suara supir dari balik buku angkat bicara. Ya, benar aku memang anak emas Reiska. Ia mangambilku ketika dia mendaki gunung gunung Ceremai, Jawa barat. Aku diberikan kepada Reiska tepat pada ulang tahun ke-22, enam bulan lalu.” ”Ah ... itu kan pikiran kalian saja kalau aku bahagia ada di sini, sebenarnya aku nggak terlalu bahagia kok tinggal di sini!” ujarku. ”Kok bisa? Mengapa?” tanya mawar keheranan.

2. Deskripsi
Kata deskripsi berasal dari bahasa latin discribere yang berarti gambaran, perincian, atau pembeberan. Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan dan pengalaman penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memperoleh kesan atau citraan sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehingga seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri obyek tersebut. Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu sebagai berikut.


a.       Deskripsi Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang menggambarkan objek benda sesuai kesan/imajinasi si penulis.


Contoh deskripsi Impresionistis dalam sebuah cerita:

Jam dinding kamar menunjukkan pukul sepuluh lewat sembilan belas menit. Di luar hujan masih saja turun dengan derasnya. Angin yang menerobos masuk melalui kisi-kisi terasa dingin menusuk kulit. Piama yang melekat di tubuhku tidak banyak membantu menahan dingin sehingga agar lebih hangat kepakai lagi jaket tebal. Agak menolong, memang. Akan tetapi, kantuk hebat datang. Padahal besok aku harus bangun lebih pagi. Akhirnya, daripada melamun tidak menentu, kuputuskan akan melanjutkan membaca. Aku kembali ke meja belajar, kunyalakan kembali lampu belajar dan mulai membaca sambil duduk bersandar di kursi. Tiba-tiba kantuk hebat datang menyerang. Belum lagi selesai kalimat yang sedang kubaca, buku yang kupegang terlepas dari tangan.
******
 (Dikutip dari wacana berjudul Banjir, oleh. Ramadhan Syukur dalam buku: Menulis secara Populer, karya Ismail Marahimin, 2001)

b. Deskripsi faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambarkan objek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat.

Contoh deskripsi faktual dalam sebuah cerita:
Lantai tiga kamar nomor tiga-nol-lima. Benar, ini dia kamar yang kucari; tanda pengenalnya tertera di pintu, agak ke atas. Tepat di depan mataku, masih di pintu itu, ada sebuah kotak kecil warna merah jambu. Sebuah note book kecil dijepitkan pada kotak itu, dengan sebuah perintah dalam bahasa Inggris, Write Your Massage! Pada note book itu kubaca pesan untukku, ”Masuk saja, Rat, kunci dalam kotak ini. Tunggu aku!”
******
 (Sumber: “Kamar Sebuah Asrama,” oleh Ni Made Tuti Marhaeni, dalam buku Menulis Secara Populer, karya Ismail Marahimin, 2001)

Kita dapat membuat karangan deskripsi secara tidak langsung, yaitu dengan mengamati informasi dalam bentuk nonverbal berupa gambar, grafik, diagram, dan lain-lain. Apa saja yang tergambarkan dalam bentuk visual tersebut dapat menjadi bahan atau fakta yang akurat untuk dipaparkan dalam karangan deskripsi karena unsur dasar karangan ini adalah pengamatan terhadap suatu objek yang dapat dilihat atau dirasakan.

Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:
(1) menentukan objek pengamatan
(2) menentukan tujuan
(3) mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan
(4) menyusun kerangka karangan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara Tingkat Madya Kelas XI 233 Pengembangan kerangka karangan bercorak deskriptif dapat berupa penyajian parsial atau tempat. Penyajian urutan ini digunakan bagi karangan yang mempunyai pertalian sangat erat dengan ruang atau tempat. Biasanya bentuk karangannya deskriptif. Pola uraiannya berangkat dari satu titik lalu bergerak ke tempat lain, umpamanya dari kiri ke kanan, atas ke bawah, atau depan ke belakang.


Contoh:
Laporan lokasi banjir di DKI Jakarta
1)      Banjir di wilayah Jakarta Timur
a)      Duren sawit
b)      Klender
c)      Kampung Melayu
2)      Banjir di wilayah Jakarta Pusat
a)      Pramuka
b)      Salemba
c)      Tanah Abang
3)      Banjir di wilayah Jakarta Barat
Karangan deskripsi dapat juga dibuat dengan mengamati bentuk informasi nonverbal seperti grafik, tabel, atau bagan.

Contoh karangan deskripsi dari tabel.
Data Kasus Pelanggaran Izin Bangunan di DKI Jakarta
No. Tahun Kasus Pemutihan Dibongkar Residu
1. 2006 5.112 1.051 749 3.312
2. 2007 4.630 712 1.742 2.888
(Sumber: Republika, Jumat, 25 April 2008)
Dari tabel data kasus pelanggaran izin bangunan di atas, dapat kita lihat bahwa pada tahun 2006, terdapat 5.112 kasus pelanggaran izin bangunan. Di antaranya 749 bangunan dibongkar, 3.312 bangunan berstatus residu, dan 1.051 bangunan diarahkan untuk mengurus izin bangunan (pemutihan). Pada tahun 2007, terdapat 4.630 bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Dari jumlah tersebut, yang diarahkan mengurus perizinan sebanyak 712 unit, yang berstatus residu 2.888, sedangkan sisanya sebanyak 1.742 bangunan terpaksa dibongkar

3. Eksposisi
Kita eksposisi berasal dari bahasa Latin exponere yang berarti: memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah makalah untuk seminar, simposium, atau penataran. Untuk mendukung akurasi pemaparannya, sering pengarang eksposisi menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram, tabel, atau bagan dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi dapat berbentuk uraian proses, tahapan, cara kerja, dan sebagainya dengan pola pengembangan ilustrasi, definisi, dan klasifikasi.

Berikut contoh-contoh pengembangan karangan eksposisi:
a. Contoh eksposisi dengan pengembangan ilustrasi Kepemimpinan seorang Bapak dalam rumah tangga bak nakhoda mengemudikan kapal. Bapak menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya. Sama seperti nakhoda yang mampu memimpin dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Bila kepemimpinan kepala keluarga baik, akan baiklah keluarga tersebut, sama halnya dengan kapal yang dikemudikan nakhoda.
b. Contoh eksposisi dengan pengembangan definisi. Telepon genggam yang lebih dikenal dengan sebutan ponsel (telepon seluler) atau HP (hand phone) merupakan alat komunikasi yang berbentuk kecil serta ringan. Selain mudah digenggam serta dibawa ke mana-mana, bentuknya yang mungil memudahkan orang untuk berkomunikasi di mana saja berada. Telepon genggam adalah produk canggih era komunikasi nirkabel, telepon tanpa kabel. Dengan variasi bentuk, merek, dan model yang selalu baru, jenis telepon ini banyak diminati berbagai kalangan masyarakat.

c. Contoh eksposisi dengan pengembangan klasifikasi.
Ada dua jenis tanaman mini. Pertama, tanaman mini yang bukan asli mini. Bila ditanam di tanah, ia akan tumbuh besar dan normal seperti biasa. Bila ditempatkan di pot kecil, pertumbuhannya jadi lambat. Tanaman jenis ini misalnya, tanaman palem udang, pohon rhapis, pohon asem, beringin, dan jambu kerikil. Jenis kedua tanaman mini asli yang aslinya memang kecil. Tanaman ini kalau ditanam di tanah tidak dapat besar seperti ukuran biasa (normal). Jika ditanam di pot kecil, ia akan makin kecil, mungil, dan cantik. Tanaman ini antara lain agave, chriptanthus panseviera, dan anthurium chrystallium. Karangan eksposisi juga dapat ditulis berdasarkan fakta suatu peristiwa, misalnya, kejadian bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputan berita. Meskipun bentuk karangannya cenderung narasi, namun kita dapat membuatnya menjadi bentuk paparan dengan memusatkan uraian pada tahapan, atau cara kerja, misalnya cara menanggulangi penyebaran virus flu furung, mengantisipasi wabah DBD dengan 3 M, atau evakuasi korban banjir. 

Contoh karangan eksposisi dari suatu peristiwa.
Dua pekerja yang tertimbun tanah longsor akhirnya ditemukan oleh petugas kepolisian setelah sejak kemarin mereka menggali gundukan pasir setinggi sepuluh meter. Dari sejak subuh kemarin hingga pukul 03.00 WIB penggalian terus dilakukan dengan menggunakan backhoe. Penggalian yang memakan waktu hampir 20 jam itu berakhir saat dua korban berhasil ditemukan. Mundari ditemukan dalam keadaan tubuh melingkar. Sementara Itok ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu sebagai berikut.
(1)   menentukan objek pengamatan,
(2)   menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
(3)   mengumpulkan data atau bahan,
(4)   menyusun kerangka karangan, dan
(5)   mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian berikut:
1). Urutan topik yang ada Pola urutan ini berkaitan dengan penyebutan bagian-bagian suatu benda, hal atau peristiwa tanpa memproritaskan bagian mana yang terpenting. Semua bagian dianggap bernilai sama.
2). Urutan klimaks dan antiklimaks Pola penyajian dimulai dari hal yang mudah/yang sederhana menuju ke hal yang makin penting atau puncak peristiwa dan sebaliknya untuk anti-klimaks.

4. Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Karangan argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau sanggahan terhadap suatu pendapat dengan memaparkan alasan-alasan yang rasional dan logis.

Tahapan menulis karangan argumentasi, sebagai berikut.
(1)   menentukan tema atau topik permasalahan,
(2)   merumuskan tujuan penulisan,
(3)   mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung,
(4)   menyusun kerangka karangan, dan
(5)   mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebabakibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.

1). Sebab-akibat
Pola urutan ini bermula dari topik/gagasan yang menjadi sebab berlanjut topik/gagasan yang menjadi akibat.
Contoh:
a. Sebab-sebab kemacetan di DKI Jakarta
a) Jumlah penggunaan kendaraan
b) Ruas jalan yang makin sempit
c) Pembangunan jalur busway
b. Akibat-akibat kemacetan
a) Terlambat sampai di kantor
b) Waktu habis di jalan

2). Akibat-sebab
Pola urutan ini dimulai dari pernyataan yang merupakan akibat dan dilanjutkan dengan hal-hal yang menjadi sebabnya.

Contoh : Menjaga kelestarian hutan
1. Keadaan hutan kita
2. Fungsi hutan
3. Akibat-akibat kerusakan hutan

3). Urutan Pemecahan Masalah
Pola urutan ini bermula dari aspek-aspek yang menggambarkan masalah kemudian mengarah pada pemecahan masalah.
Contoh : Bahaya narkoba dan upaya mengatasinya
1. Pengertian narkoba
2. Bahaya kecanduan narkoba
a. pengaruh terhadap kesehatan
b. pengaruh terhadap moral
c. ancaman hukumannya
3. Upaya mengatasi kecanduan narkoba
4. Kesimpulan dan saran

Contoh karangan argumentasi:
Salah Urus Kereta Api
Lagi-lagi kecelakaan kereta api terjadi. Kereta api Citra Jaya terguling di Cibatu, Jawa Barat, Sabtu lalu. Pada hari yang sama, sepur eksekutif Argo Lawu juga anjlok di Banyumas, Jawa Tengah. Ini makin menunjukkan perkeretaapian kita dalam kondisi gawat. Pemerintah mesti segera membenahinya sebelum korban jatuh lebih banyak akibat kecelakaan. Musibah kereta api Argo Lawu tak memakan korban. Tapi kecelakaan kereta Citra Jaya menyebabkan puluhan orang terluka. Daftar kecelakaan pun bertambah panjang. Dalam kurun waktu empat bulan terakhir sudah terjadi 10 kali kecelakaan kereta api. Angka ini naik hampir tiga kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu. Tidaklah salah pernyataan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa kemarin bahwa anjloknya dua sepur itu seharusnya bisa dideteksi. Tanda-tanda amblesnya tanah di bawah bantalan rel kereta tentu bisa diamati jauh hari.


Daftar pustaka: http://pendidikanmencerdaskanbangsa.blogspot.com/2012/01/jenis-jenis-wacana-bahasa-indonesia.html